Melampaui Kekerasan Spiritual

Kekerasan spiritual merupakan salah satu jenis luka yang sangat jarang dibahas mendalam oleh kebanyakan praktisi self-healing ataupun di konseling psikologi, namun sangat mungkin naik ke permukaan ketika kamu mulai praktek #PurifikasiDiri dengan pemanduan aku. Selain membahas secara umum tanpa label agama apapun, aku membahas juga pengalaman melampaui kekerasan spiritual berbungkus agama “Islam”.

Kekerasan spiritual biasanya berbentuk kekerasan via “agama” dimana dalil-dalil ataupun ayat-ayat kitab suci ditunggangi untuk melakukan kekerasan, dan pelanggaran ala victimhood terhadap manusia lain. Bentuknya yang paling umum kita alami adalah pelarangan (controlling) orang lain untuk memiliki pendapat sendiri tentang agama atau kepercayaannya, serta penggunaan agama sebagai alasan untuk melakukan kekerasan (emosional, fisik, finansial, seksual) untuk mengikuti praktek keagamaan. Seolah-olah penindasan bentuk apapun layak dilakukan atas nama “agama”. Tak heran agama yang kita praktekkan sehari-hari tetap gagal mendatangkan rasa damai yang kita dambakan.

Selain kekerasan via agama, kekerasan spiritual juga bisa berbentuk false beliefs, kepercayaan fear-based, ataupun doktrin tidak tepat bahkan merendahkan tentang Tuhan, Sang Maha Pencipta yang Ar-Rahman Ar-Rahim. Biasanya doktrin-doktrin ini membuat kita percaya bahwa diri ini tidak layak terkoneksi langsung dengan Tuhan YME Sang Maha Pencipta, bahwa ada sosok jahat bernama Tuhan yang siap menghukum/memberikan azab neraka pada kita, bahwa kesalahan/kegagalan tindakan kita akan dibalas kejam oleh Tuhan, dan bahwa ada syarat-syarat untuk “dicintai” oleh Tuhan berdasarkan sistem hirarki performance-based layaknya pekerjaan. Sangat mungkin di dalam dirimu sudah terprogram kuat bahwa sosok “Tuhan” bukanlah sosok yang aman, dan tidak layak dipercaya untuk tempat bersandar. Sayangnya doktrin-doktrin menyesatkan ini yang paling dominan disuarakan dan disebar luaskan, terutama oleh para pemuka agama monoteis besar di Indonesia yang tidak praktek purifikasi dirinya, belajar kitab suci secara rasio/intelektual saja, dan tidak intim denganNya.

Luka ini juga yang sangat mungkin membuatmu enggan sepenuhnya membakar semua berhala batin, dan melepas kemelekatan. Luka kekerasan spiritual sangat menghancurkan keimanan (faith), membuat hidup penuh kemelekatan pada berhala batin, dan mengkerdilkan kemampuan diri kita untuk menjalani hidup dalam total surrender (aslama) pada Tuhan. Sayangnya mayoritas orang Indonesia tidak menyadari bahwa dirinya menjadi korban kekerasan spiritual, karena begitu dinormalisasi. Mudah-mudahan sesi kursus ini dapat membantumu berdaya untuk membuka mata total, dan semakin fokus mengerjakan PR internal dirimu. Kursus ini dapat membantumu membangun ulang pondasi kesehatan spiritualmu dengan mendalam.

Di kelas ini aku membahas :

Membangun ulang pondasi spiritual
Exoteric vs Esoteric
Realita akar kekerasan spiritual dan realita planet Bumi
Berbagai kebohongan vs realita
Berbagai kebohongan berbungkus “Islam” vs realita
Cerita pengalaman melampaui kekerasan spiritual oleh aku dan Meilia Lestari
Realita “sendirian” sebagai kenyataan hal yang tidak mungkin bisa ada (impossible to exist)
Poros atau sumbu sebagai simbol spiritual
Realita kesepian vs sendiri