Hai, aku Halida.
Seorang pembelajar kehidupan yang terus berproses meramu luka dan trauma menjadi sebuah berkah yang bermakna, melalui praktik self-healing.
Sebuah praktik yang sangat memberdayakan diriku agar tidak diberdayai oleh luka lagi, tidak tunduk dengan pikiran-pikiran destruktif lagi, serta tidak menunjuk dan menyalahkan keluar lagi. Self-healing adalah sebuah praktik yang membuatku mampu menyelami sekaligus mengenal diriku seutuhnya, dengan penuh welas asih, dan cinta tanpa syarat.
Kehidupan ini tidak lagi untuk mengais validasi ataupun sekadar mati
Aku yang dulu, adalah aku yang sibuk mencari validasi keluar, mengais keberhargaan diri dari sosok serta hal-hal yang bahkan bisa mati dan hilang tanpa permisi. Banyak berhala batin yang membuatku melekat hingga aku terjerat menjadi sosok yang tampak ideal dan sempurna di luar, tetapi ternyata kosong dan sangat rapuh di bagian terdalam diri.
Secara tampilan luar tampak berprestasi, tinggal dan belajar di luar negeri, setiap barang yang diinginkan mampu terbeli, gelar cukup oke serta menjadi akademisi. Tampak istimewa, bukan? Namun kenyataannya, bukan itu yang betul-betul aku cari.
Bisingnya pikiran destruktif yang berlalu-lalang di kepala serta hati yang terasa hampa tak tahu arah, membuatku berkali-kali menyakiti diri, baik secara fisik, verbal, bahkan emosional terhadap diriku sendiri. Kehidupan di dunia tidak lagi menyenangkan, keinginan untuk segera pergi saja dari kehidupan ini menjadi lebih sering hinggap di pikiran.
Sampai pada akhirnya, ada bagian di dalam diriku yang terasa memberontak dan berbisik secara lembut kepadaku, lalu mengatakan, “Kehidupanmu saat ini tidak hanya untuk mati ataupun menimbun banyak validasi. Namun, untuk dinikmati sepenuh hati”.
Sebuah proses mendalam untuk mengurai dan menerima sisi gelap di dalam diri
Narasi di masyarakat yang cukup kaku dalam mengkotak-kotakkan antara baik-buruk, terang-gelap, bahkan dosa-pahala membuatku cukup kesulitan untuk mengenali diriku sendiri, bahkan mengenal Tuhan dengan lebih dekat. Tak heran, jika kehidupanku terasa hampa karena aku belum menerima sisi buruk, dosa, dan gelapku itu. Banyak menyalahkan diri atas apa-apa yang terjadi di masa lalu, membuatku masuk ke dalam pola korban dan merasa hina terus menerus.
Terlalu lama hanyut dalam narasi itu, lagi-lagi sisi diriku yang terdalam tidak mau tinggal diam, dia menyelamatkanku kembali, untuk bangkit dan berdaya. Berkali-kali Diselamatkan, aku pun mencari tahu dan melempar pertanyaan ke dalam diriku, “Siapa kamu?”
Menariknya, cara itu yang ampuh membuatku merasa intim dengan Tuhan. Makin mampu menyadari bahwa Tuhan tidak bersyarat dalam mencintaiku. Dia selalu menyambutku, apa pun yang terjadi.
Dari situ, proses self-healing pun terjadi. Pertanyaan yang tampak sederhana, tetapi membawaku mengenali sisi gelap dan terangku. Sebuah perjalanan bagi diriku untuk juga menerima secara utuh segala gelap dan terang yang ada di dalam diriku. Semua sisiku, aku peluk satu per satu. Tidak ada sekat antara baik dan buruk, semuanya aku sambut dengan penuh suka-cita. Dan menariknya, cara itu yang ampuh membuatku merasa intim dengan Tuhan. Makin mampu menyadari bahwa Tuhan tidak bersyarat dalam mencintaiku. Dia selalu menyambutku, apa pun yang terjadi.
Fitrah rasa dariNya, yang makin lihai untuk diakses
Saat ini, aku lebih mampu merasakan kehidupan yang sesuai dengan fitrahNya. Sebuah kehidupan yang asyik untuk dinikmati, walau dunia eksternal sedang carut-marut ataupun hanya dengan hal-hal yang tampak sederhana. Perlahan dan kokoh fokusnya, aku ubah. Bukan mengejar kesempurnaan, tetapi kesehatan batin yang terus diupayakan. Bukan mengikuti standar sosial dan eksternal lagi, tetapi ke dalam diri yang lebih berarti.
Aku meyakini bahwa kamu pun mampu melakukannya.
Percikan cahayaNya dan bisikan panduan itu nyatanya ada di dalam dirimu.
Selanjutnya, kamu tinggal memilih, mau menyambutnya atau mengabaikannya? Mau memberdayakan diri atau diberdayai oleh luka lagi dan lagi? Mau memilih hidup hanya untuk mati atau dinikmati?
Coba tanyakan ke dalam lubuk hatimu dengan jujur dan welas asih, tanpa buru-buru menghakimi. So, selamat berkenalan dengan dirimu kembali! 💙
Responses